Bagaimana mendefinisikan pendidikan (tarbiyah) dalam tiga kata? Saya yakin, kesulitan akan menanti anda bila anda mencoba mencari definisi pendidikan dengan kualifikasi seperti tadi dalam berbagai buku ilmu pendidikan. Saya yakin itu. Mengapa ?
Barangkali, dimensi yang termuat dalam kata pendidikan (tarbiyah) terlalu banyak, dan sulit untuk dirangkum dalam hanya tiga kata. Tapi, saya telah menemukan definisi itu. Pendidikan (tarbiyah), kata Muhammad Quthb dalam Manhaj Tarbiyah Islamiyah, adalah “Seni Membentuk Manusia” (Fannu Tasykilil Insan).
Kita semua tahu, dimensi-dimensi manusia yang harus dibentuk adalah akal, hati, dan badan. Bila ketiga hal itu dilihat dari sisi proses tarbiyah yang telah dilakukan oleh Harakah Islam, patutlah sejenak kita bergembira. Sebab, ada banyak angka keberhasilan yang dapat kita raba, lihat dan saksikan.
Hanya ada satu hal yang nampaknya perlu difokuskan lebih jauh di sini. Tantangan untuk merumuskan “ Manhajul Badailil Islamiyah “ perlu disikapi lebih jauh dalam bentuk implementasi nyata. Pada bagian ini, yang ingin menjadi fokus adalah implementasinya pada skala struktur.
Tantangan itu tentu membutuhkan sejumlah SDM Harakah Islamiyah. Dengan kata lain, sudah saatnya Harakah Islamiyah membibit “qiyadah-qiyadah fikriyah” yang diantara fungsi-fungsinya adalah merumuskan Al-Badailul Islamiyah itu. Sebab, sejauh ini , Harakah Islamiyah terbilang berhasil melahirkan qiyadah ruhiyah (pemimpin jihad), qiyadah siyasiyah (pemimpin politik). Tapi, setelah Harakah Islam berhasil membobol tembok wilayah politik, seperti yang kita lihat pada pada kasus Turki, Yaman, Yordania, Kuwait, Sudan dan lainnya, tantangan selanjutnya secara langsung ditujukan kepada basis kepemimpinan pemikiran.
Dalam kaitan itu, makin terasa urgensi memberi orientasi baru yang lebih terfokus pada aspek “Fannu Shina’atul Uqul (seni merekayasa akal-akal baru ) dalam Harakah Islam. Untuk itu, kita dituntut memahami sejumlah problema yang menimpa akal muslim, konsep strukturisasi tsaqafah muslim, konsep pembinaan manusia-manusia jenius dan lainnya.
Pertimbangannya adalah, Harakah Islam telah berhasil melalui satu tangga dari fase kebangkitannya, yaitu “Yaqizhah Ruhiyah” (kebangunan spritual). Dan kini saatnya kita melangkah lebuh jauh menaiki tangga selanjutnya. Yaitu, fase “Shahwah Fikriyah” (Kebangkitan Pemikiran). Fase ini berfungsi memberi kontribusi konseptual pada proses aplikasi Islam secara kaffah dalam konteks kehidupan modern.
Walhasil, kita perlu memperluas wawasan konseptual kita tentang makna tarbiyah, sekaligus mencoba sumber-sumber pengayaan dalam menangani seni merekayasa akal-akal baru Muslim modern, yang mampu memadukan dimensi ‘ashalah’ (orisinalitas) dan ‘mu’asharah (kekontemporeran). Karena, akal-akal Muslim sebelumnya, selalu hanya mampu mengambil satu sisi dari karakter kepemikiran ini. Ada pemikir yang memiliki ashalah tsaqafiyah, tapi tidak mampu berinteraksi dengan zamannya. Demikian pula sebaliknya. Ada juga yang kadang mencoba memadukannya, tapi gagal dan hanya berakibat split. Mungkinkah Harakah Islam kini mampu melewati batas-batas kegagalan itu ? Semoga!
(Disalin dari buku Arsitek Peradaban, karangan Anis Matta, diterbitkan tahun 2006 oleh Fitrah Rabbani)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar